Minggu, 22 September 2019

FIQIH TOHAROH


FIQIH THOHAROH
OLEH 
KUKUH RANOM PRAYOGA
  
A.        Fiqih, Maudhu’uhu dan Fawaiduhu
1.   Pengertian Fiqih
Fiqih secara bahasa Arab berasal dari kata faqiha, yafqohu, artinya faham betul tentang sesuatu. Pengertian ini tercermin pula di dalam surat Annisa’: 78
(Artinya : Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?)
Rosululloh SAW bersabda, “Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang, merupakan tanda akan kepahamannya (fiqihnya)”
Fiqih Secara Istilah Mengandung 2 arti, yaitu :
Pertama, artinya pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As sunnah serta yang bercabang dari keduanya yang berupa dan ijtihad. ijma’
Kedua, artinya hukum-hukum syari’at, yaitu hukum apa saja yang terkandung dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat, rukun-rukun, kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya).
2.      Pembahasan fiqih
            Pembahasan fiqih yaitu segala perbutan orang yang balig dan berakal. Pendapat yang lain disebut juga pembahasan fiqih itu adalah empat, yang sering disebut Rubu’:
1)      Fiqih Ibadah
2)      Fiqih Al Ahwal As Sakhsiyah
3)      Fiqih Muamalah
4)      Fiqih jinayat

1) Fiqih Ibadah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah. Seperti wudhu, shalat, puasa, haji dan yang lainnya.
2) Fiqih Al Ahwal As Sakhsiyah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah kekeluargaan, seperti pernikahan, talaq, nasab, persusuan, nafkah, warisan dan yang lainya.
3) Fiqih Muamalah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan hubungan diantara sesama manusia, seperti jual beli, jaminan, sewa menyewa, pengadilan dan yang lainnya.
4) Jinayah dan ’Uqubah (pelanggaran dan hukuman)
Biasanya dalam kitab-kitab fiqh ada yang menyebut jinayah saja. Dalam bab ini di bicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan pelanggaran, kejahatan, pembalasan, denda, hukuman dan sebagainya. Pembahasan ini meliputi:
Pelanggaran,Kejahatan,Qishash (pembalasan),Diyat (denda),Hukuman pelanggaran dan kejahatan,Hukum melukai/mencederai,Hukum pembunuhan,Hukum murtad,Hukum zina,Hukuman Qazaf,Hukuman pencuri,Hukuman perampok,Hukuman peminum arak,Ta’zir,Membela diri,Peperangan,Pemberontakan,Harta rampasan perang,Jizyah,Berlomba dan melontar.

3.      Pembagiannya
1. Fiqih Ibadah
1.Thaharah (bersuci); 2.Ibadah (sembahyang); 3.Shiyam (puasa); 4.Zakat; 5.Haji; 6.Janazah (penyelenggaraan jenazah); 7.Jihad (perjuangan); 8.Nadzar; 9.Udhiyah (kurban); 10.Zabihah (penyembelihan); 11.Shayid (perburuan); 12.’Aqiqah; 13.Makanan dan minuman.
2. Fiqih Ahwalusy Syakhshiyyah Nikah:
1.Khithbah (melamar); 2.Mu’asyarah (bergaul); 3.Nafaqah; 4.Talak; 5.Khulu’; 6.Fasakh; 7.Li’an; 8.Zhihar; 9.Ila’; 10.’Iddah; 11.Rujuk; 12.Radla’ah; 13.Hadlanah; 14.Wasiat; 15.Warisan; 16.Hajru; dan 17. Perwalian.
3. Fiqih Muamalah
>Muamalah Madaniyah
Biasanya disebut muamalah saja. Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan harta kekayaan, harta milik, harta kebutuhan, cara mendapatkan dan menggunakan, yang meliputi masalah:
1.Buyu’ (jual-beli); 2.Khiyar; 3.Riba (renten); 4.Sewa-menyewa; 5.Hutang-piutang; 6.Gadai; 7.Syuf’ah; 8.Tasharruf; 9.Salam (pesanan); 10.Jaminan (borg); 11.Mudlarabah dan Muzara’ah; 12.Pinjam-meminjam; 13.Hiwalah; 14.Syarikah; 15.Wadi’ah; 16.Luqathah; 17.Ghasab; 18.Qismah; 19.Hibah dan Hadiyah; 20.Kafalah; 21.Waqaf; 22.Perwalian; 23.Kitabah; 24.Tadbir.
>Muamalah Maliyah
Kadang-kadang disebut Baitul mal saja. Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan harta kekayaan milik bersama, baik masyarakat kecil atau besar seperti negara (perbendaharaan negara = baitul mal). Pembahasan di sini meliputi:
1.Status milik bersama baitul mal; 2.Sumber baitul mal;3.Cara pengelolaan baitul mal; 4.Macam-macam kekayaan atau materi baitul mal; 5.Obyek dan cara penggunaan kekayaan baitul mal; 6.Kepengurusan baitul maal; dan lain-lain.
4) Jinayah dan ’Uqubah (pelanggaran dan hukuman)
Biasanya dalam kitab-kitab fiqh ada yang menyebut jinayah saja. Dalam bab ini di bicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan pelanggaran, kejahatan, pembalasan, denda, hukuman dan sebagainya. Pembahasan ini meliputi:
Pelanggaran,Kejahatan,Qishash (pembalasan),Diyat (denda),Hukuman pelanggaran dan kejahatan,Hukum melukai/mencederai,Hukum pembunuhan,Hukum murtad,Hukum zina,Hukuman Qazaf,Hukuman pencuri,Hukuman perampok,Hukuman peminum arak,Ta’zir,Membela diri,Peperangan,Pemberontakan,Harta rampasan perang,Jizyah,Berlomba dan melontar.

B.              Thaharah
1.   Pengrtian Thaharah
Thaharah berasal dari bahasa arab yakni طهر- يطهر- طهرة   yang artinya bersuci.Thaharah berarti kebersihan dan kesucian dari berbagai kotoran atau bersih dan suci dari kotoran atau najis yang dapat dilihat (najis hissi) dan najis ma’nawi (yang tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan kemaksiatan. Sedangkan dalam buku yang lain secara etimologi “thaharah” berarti “kebersihan” ketika dikatakan saya menyucikan pakaian maka yang dimaksud adalah saya membersihkan pakaian. Dalam buku Fiqh ibadah secara bahasa ath-thaharah  berarti bersih dari kotoran-kotoran, baik yang kasat mata maupun tidak.
Sedangkan menurut istilah atau terminologi thaharah adalah menghilangkan hadas, menghilangkan najis, atau melakukan sesuatu yang semakna atau memiliki bentuk serupa dengan kedua kegiatan tersebut.


2.  Syarat Wajib Thaharah
Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada hal-hal yang harus diperhatikan sebagai syarat sah-nya berthaharah sebelum melakukan perintah Allah SWT. Syarat wajib tersebut ialah :
1.      Islam
2.      Berakal
3.      Baligh
4.      Masuk waktu ( Untuk mendirikan solat fardhu ).
5.      Tidak lupa
6.      Tidak dipaksa
7.      Berhenti darah haid dan nifas
8.      Ada air atau debu tanah yang suci.
9.      Berdaya melakukannya mengikut kemampuan.
3. Dasar hukum Thaharah
H.abdul khaliq Hasan mengemukakan salah satu landasan hukum thaharah adalah surah al Furqan ayat 11
Artinya : Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, dekat sebelum kedatangan rahmatnya(hujan) dan kami turunkan air dari langit air yang bersih(QS.Al-Furqan:48). Wahbah az zuhaili dalam tafsir al munir menjelaskan, maksud ayat ini adalah allah menurunkan air yang suci sebagai alat bersuci baik untuk tubuh, pakaian, maupun yang lain sebab kata thahur berarti sesuatu yang digunakan untuk thaharah(bersuci), sebagaimana kata wudhu yang di gunakan untuk berwudhu.
Dan perhatikanlah surah al mudatsir ayat 3 dan 4 yang berbunyi sebagai berikut
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ   وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
Artinya : dan pakaian mu bersihkanlah dan seluruh kotoran termasuk berhala jauhilah (QS.Al-Muddatsir:4,5)
Allah SWT menyuruh manusia untuk membersihkan pakaian dan segala kotoran yang termasuk berhala. Membersihkan pakaian dapat di artikan dengan membersihak pakaian lahir dan pakaian batin. Jadi dengan ayat diatas, allah megatakan bahwa kebersihkan dari lahir dan batin itu harus dipadukan, sebab diantara keduanya harus di padukan dan saling berhubungan.
Dan perhatikan lah hadits nabi
تنظفوالكل مااستطعتم فان لله تعلى بنى لاسلام على النظافةولايدخل الجنة الانطيف(رواه الطبرانى)
Artinya : janganlah selalu kebersihan sedapat mungkin, karna allah swt membangun islam di atas kebersihan, dan tidak akan masuk surge kecuali orang-orang yang bersih (H.R Athabrany)
Kebersihan atau bersuci menjadi media utama mendekatkan diri kepada Allah karena Allah mencintai orang-orang yang mensucikan dirinya, perhatikan lah surah Al-Baqorah ayat 222
إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya : sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri (QS.Al-Baqarah:222).
Ada pun dalil- dalil yang di kemukakan oleh Wahbah Az Zuhaily adalah nabi muhammad saw bersabda
مفتح الصلاة الطهوروتحريمهاالتكبيرويحليلها التسليم
Artinya : kunci sholat ialah suci, yang menyebabkan haram melakukan perkara – perkara yang yang di halalkan sebelum sholat adalah takbiratul ihram dan yang menghalalkan melakukan perkara yang diharamkan sewaktu sholat ialah salam.
Rasulullah saw juga bersabda :
الطهور شطر الايمان
Artinya : kesucian adalah sebahagian dari iman.
Prof.Dr. Zakiah Daradjad dalam bukunya mengemukakan dalil- dalil tentang thaharah sebagai berikut
  وان كنتم جنبا فاطهروا
Artinya : dan jika kamu junub maka bersucilah(mandi)
4. Bentuk Thaharah
Taharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Taharah lahir adalah taharah/suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air mutlak (suci menyucikan) dengan wudu, mandi, dan tayamun. Taharah batin adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat, seperti dengki, iri, penipu, sombong, ujub, dan ria.
Sedangkan berdasarkan cara melakukan thaharah, ada beberapa macam bentuk yaitu : Miyah, Najis, Whudu, Tayamum dan Mandi wajib.


1. Miyah (air)
Allah telah memuliakan air, ketika ia menjadikannya sebagai poros kehidupan di bumi, menjadikannya sebagai sesuatu yang suci, menghubungkannya dengan berbagai macam ibadah. Dengan air seorang muslim menghilangkan junubnya, dengan air pula seorang muslim berwudhu untuk menyempurnakan kesuciannya, sehinnga dia bisa menghadap kepada Allah dalam ibadah yang agung seperti sholat,thawaf serta membaca dan menyentuh mushaf AlQur’an yang mulia. Dengan air pula seorang muslim membersihkan dirinya dari najis yang ada di tubuhnya,pakaiannya dan segala yang ia miliki. Sungguh Allah telah memuliakan air untuk kebutuhan kita.
a.        Macam-Macam Miyah (air)
Ditinjau dari segi hukumnya, air dapat di bagi dalam empat bagian:
1. Air suci dan mensucikan, yaitu air mutlak artinya air yang masih sewajarnya dikatakan air atau air yang masih murni, dapat digunakan untuk bersuci tanpa ada makruh padanya.[24] Air seperti ini disebut sebagai air mutlaq karena jika ia dimutlakkan (pengertiannya tidak dibatasi), maka masih tetap dinamakan air dan kondisinya serta karakternya sebagai air tidak berubah, tetap pada kondisi aslinya. Jadi yang air mutlak (air yang suci mensucikan) adalah air yang suci zat dan esensinya yaitu ketika dimasuki zat lain ia tidak menjadi najis. Air yang termasuk dalam kategori ini ada tujuh macam yaitu air hujan, air sumur, air laut, air sungai, air salju, air telaga, air embun.[25] Pada initinya jika air itu masih tetap dalam kondisi dan karakter awal sebagai air, tidak berubah satupun dari rasa, warna dan bau maka hukum menggunakan air ini adalah suci mensucikan tanpa ada keraguan padanya.
2.  Air yang suci dan tidak menyucikan
عن ابى هريره رصى الله عنه ان النبى صلى الله علىه و سلم قال لا يغسل احدكم فى الماءالدائم وهوجنب فقالوا:يا اباهريره كيف يفعل ؟ يتناوله تناولا(رواه مسلم)
Artinya :dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersabda : tidak seorang pun diantara kalian mandi dalam air tergenang dalam keadaan junub.orang-orang bertanya : hai Abu Hurairah bagaimana nabi mandi, ia menjawab  : beliau mengambil air dengan hati-hati (HR-Muslim 283)
Air suci tapi tidak mensucikan atau air musta’mal yaitu air yang telah digunakan untuk menghilangkan najis meskipun rasa, warna, dan bau tidak berubah.[26] Air musta’mal tidak dapat digunakan untuk bersuci karena tidak bisa menyucikan zat lain karena fungsi awalnya adalah sebagai air suci mensucikan,namun setelah dipakai untuk bersuci maka fungsi tersebut telah hilang,bergantilah ia menjadi air musta’amal yaitu air hasil atau bekas dari bersuci, Meskipun air tersebut masih tetap dalam kondisi dan karakter awal dari sebuah air. Namun jika air musta’mal tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga mencapai dua qullah maka hukumnya menjadi suci mensucikan. Air yang mencapai dua qullah tidak menjadi najis karena ada najis di dalamnya kecuali jika perubahan karakter sebuah air telihat dengan jelas maka air tersebut menjadi najis.[27] Contoh lain dari air ini adalah air suci namun hanya tersedia dalam jumlah sedikit. Misalnya segelas atau hanya segayung.
3. Air makruh yaitu air suci,
dapat mensucikan namun makruh di gunakan. Air yang masuk dalam kategori ini adalah air musyammas yaitu air yang menjadi panas atau di panaskan dengan matahari dalam bejana logam, besi atau tembaga selain emas dan perak. Hukum makruh yang di maksud adalah jika penggunaan air musyammas digunakan untuk badan. Jika digunakan untuk tujuan lain seperti cuci baju, menyiram bunga dan lain-lain maka hukumnya tidak makruh alias boleh-boleh saja. Karena menurut dugaan menggunakan air musyammas dapat menyebabkan penyakit kusta.
4. air mutanajis atau air najis yaitu air yang terkena najis sedang jumlahnya kurang dari qullah. Atau mencapai dua qullah atau lebih tapi karakternya sebagai air sudah berubah dengan jelas, baik dari segi rasa, warna ataupun bau. Air dua qulllah atau air yang banyak menurut kebiasaan tidak menjadi najis hanya karena ada najis yang memasukinya kecuali jika terjadi perubahan pada air tersebut meskipun sedikit. Maka air ini tidak suci dan tidak mensucikan. Jika perubahan terjadi dengan hilangnya perubahan karena najis maka air tersebut menjadi suci, jika perubahan tersebut karena penambahan air suci lain. Namun jika karena hal lain misalnya minyak kesturi, minyak, debu dan lain-lain maka air tersebut tetap dalam keadaa tidak suci.,Sedangkan air yang tidak mencapai dua qullah jika kemasuka najis maka air itu dihukumi najis, meskipun air tersebut tidak berubah sifatnya sama sekali. Ada beberapa pengecualian suatu air tidak menjadi najis meskipun air tersebut kurang dari dua qullah
2. NAJIS
a. Pengertian Najis
Secara etimologi najis berarti sesuatu yang dapat mengotori, menjijikan. Sedangkan menurut istilah syara’, najis adalah sesuatu yang kotor dan dapat menghalangi keabsahan shalat selama tidak ada sesuatu yang meringankan.
b. Macam-Macam Najis
Najis terdapat terdiri dari beberapa macam baik berbentuk cairan maupun berbentuk padat antara lain:
1.      Bangkai binatang yang hidup di darat kecuali belalang, sedangkan bangkai binatang yang hidup di laut hukumnya suci.
2.      Darah. Termasuk dalam hal ini darah haid, darah nifas, dan darah istihadhah.
3.      Segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur yaitu berupa kencingd.
4.      Anjing dan babi dan segala yang bertalian dengannya.
5.      Khamr, atau minuman yang memabukkan. Hal ini didasarkan pada firman Allah pd surah al maidah ayat 90. Artinya : hai orang-orang beriman sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berqurban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keci dan termasuk perbuatan syeitan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung (QS-Al-Maidah,90 Kata rijs pada ayat tersebut menurut syara’ adalah najis. Segala minuman yang memabukkan itu adalah najis. Sedangkan zat lain yang memabukkan tapi tidak berbentuk cair seperti ganja dan shabu-shabu tidak dikategorikan najis meskipun mengonsumsinya itu haram.
6.      Nanah. Dalam penyebutannya nanah terbagi dua yaitu qaih yaitu sejenis nanah yang keluar dari jerawat dan bisul. Qaih dimasukkan dalam najis karena sebenarnya nanah adalah darah yang sudah berubah dan tidak lagi tercampur dengan darah, dan shaded yaitu sejenis nanah yang bercampur dengan darah. Termasuk juga cairan bisul serta cairan nanah entah baunya amsih berbau darah atau sudah berubah
c.       Pembagian Najis.     
1.      Najis mukhafafah yaitu najis ringan, seperti kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernh makan sesuatu kecuali air susu ibunya. Untuk membersihkan nya tidak dicuci melainkan hanya diperciki air saja. Adapun kencing bayi perempuan dihukumi najis dan harus di siram atau di cuci hingga baunya hilang.
2.      Najis mutawasithah yaitu najis sedang. Yaitu najis selain dari bayi dan ajing serta babi, seperti segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur manusia dan binatang, kecuali air mani, barang cair dan memabukkan,susu hewan yang tidak hala dagingnya untuk dimakan, bangkai, juga tulang dan bulunya,keculai bangkai ikan dan belalang. Najis mutawasithah trbagi menjadi dua yaitu najis ‘ainiyah yaitu najis yang dapat diketahui dengan indra atau berwujud. Yang kedua adlah najis hukmiyah yaitu najis yang tidak Nampak, seperti bekas kencing atau arak yang sudah kering. Menghilangkan najis ‘ainiyah hukumya wajib hingga rasa warna dan bau najis tersebut hilang. Membersihkan najis hukmiyah cukup dengan mengalirkan air di atas najis tersebut dengan satu siraman tanpa disyaratkan niat.
3.       Najis mugalladzah yaitu najis berat seperti anjing dan babi. Jilatan dari kedua hewan ini harus dicuci sebanyak tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan tanah
3. Wudhu
1. Pengertian Wudhu
Wudhu’ ( الوضوء ) adalah sebuah syari’at kesucian yang Allah -Azza wa Jalla- tetapkan kepada kaum muslimin sebagai pendahuluan bagi sholat dan ibadah lainnya. Di dalamnya terkandung sebuah hikmah yang mengisyaratkan kepada kita bahwa hendaknya seorang muslim memulai ibadah dan kehidupannya dengan kesucian lahir dan batin. Sebab asal kata ini sendiri berasal dari kata yang mengandung makna kebersihan dan keindahan.
Menurut hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, wudhu diwajibkan sebelum hijrah, pada malam Isra’ Mi’raj, bersamaan dengan kewajiban sholat lima waktu. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam QS. Al- Maidah: 6 “Hai orang- orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah  mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:                           “Allah tidak menerima salat seseorang kamu bila ia berhadats, sampai ia berwudhu’. (HR. Baihaqi, Abu Daud dan Tirmizi).
2.    Syarat Sah Wudhu’
a.       Islam, karena wudhu itu termasuk ibadah, maka tentu saja ia tidak sah kecuali dilakukan oleh orang muslim.
b.      Mumayyiz, karena wudhu itu merupakan ibadat yang wajib diniati, sedangkan orang yang tidak beragama islam dan orang yang belum mumayyiz tidak diberi hak untuk berniat
c.       air mutlaq
d.      tidak yang menghalangi sampainya air ke kulit, seperti getah dan sebagainya
e.       tidak berhadast besar
3.    Rukun Wudhu
a.       Niat dalam hati, ikhlas karena Allat swt.
b.      Membasuh wajah
c.       Membasuh kedua tangan hingga siku-siku
d.      Mengusap sebagian kepala
e.       Membasuh kedua kaki hingga kedua mata kaki

4.    Sebab- Sebab yang Membatalkan Wudhu’
a.       Keluarnya sesuatu dari qubul atau dubur, baik berupa zat atau angin, yang biasa ataupun tidak biasa, seperti darah,baik yang keluar itu najis ataupun suci, seperti ulat
b.      Hilang akal, sebab mabuk atau gila
c.       Tidur, kecuali dalam keadaan duduk yang pintu keluar anginya tertutup dengan keadaan duduk yang tetap, maka tidak membatalkan wudhu
d.      Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan
5.  Tayamum
1. Pengertian Tayamum
Tayammum secara bahasa artinya sebagai Al Qosdu (القَصْدُ) yang berarti bermaksud atau bertujuan atau memilih. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 267. Sedangkan secara istilah syari’at, tayammum adalah tata cara bersuci dari hadats dengan mengusap wajah dan tangan, menggunakan sho’id yang bersih.
Dapat disimpulkan bahwa Tayamum adalah bersuci sebagai pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang suci.
2. Sebab- Sebab Melakukan Tayamum:
a.       Dalam perjalanan jauh
b.      Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit
c.       Telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan
d.      Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang kemudharatan
e.       Air yang ada hanya untuk minum
f.       Air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat telat shalat
g.      Pada sumber air yang ada memiliki bahaya
h.      Sakit dan tidak boleh terkena air
3. Syarat Sah Tayamum:
a.       Telah masuk waktu salat
b.      Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran
c.       Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu
d.      Menghilangkan najis yang yang melekat pada tubuh

4. Rukun Tayamum :
a.      Niat Tayamum
b.      Mengusap wajah dengan kedua tangan
c.       Menyapu muka dengan debu atau tanah
d.      Menyapu kedua tangan dengan debu atau tanah hingga ke siku
e.       Tertib
5. Yang Membatalkan Tayamum
Perkara-perkara yang membatalkan wudhu juga membatalkan tayamum, dan jika menemukan air. Jika ada air, maka wajiblah baginya untuk berwudhu, walaupun tayamumnya tidak batal disebabkan oleh hal-hal yang membatalkan wudhu, berdasarkan hadits Abi Hurairah -semoga Allah meridhainya- ia berkata Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda: "As sha'iid adalah wudhuknya muslim, walaupun ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun, jika air ada, maka bertakwalah (takutlah) kepada Allah, dan basahilah air itu ke kulitnya."[H.R Bazzar dan hadits ini mempunyai syahid dari hadits Abi Dzar semisalnya] Maka dengan hadits Abi Dzar ini maka hadits Abu Harairah menjadi shaih, hanya saja shalat-shalat yang sudah dilakukan dengan tayamum tidak diulang lagi
.
6.    Mandi Wajib
Menurut lughat, mandi disebut al-ghasl bearti mengalir air pada sesuatu. Sedangkan dalam istilah syara’ ialah mengalir air keseluruh tubuh disertai dengan niat (Drs. Lahmuddin Nasution, 1997).




Daftar pustaka



H. Moch. Anwar, Fiqih Islam  Tarjamah Matan Taqrib, Bandung: PT Alma’arif, 1987.

Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, Fiqih Islam dan Tasawuf, Surabaya: Mutiara Ilmu, 2013.

http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html

http://siyasahhjinnazah.blogspot.com/2013/05/makalah-fiqh-ibadah-thaharah.html