FIQIH THOHAROH
OLEH
KUKUH RANOM PRAYOGA
A. Fiqih, Maudhu’uhu dan Fawaiduhu
1.
Pengertian Fiqih
Fiqih secara bahasa Arab
berasal dari kata faqiha, yafqohu, artinya faham betul tentang sesuatu.
Pengertian ini tercermin pula di dalam surat Annisa’: 78
(Artinya : Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang
munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?)
Rosululloh SAW
bersabda, “Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang,
merupakan tanda akan kepahamannya (fiqihnya)”
Fiqih Secara Istilah
Mengandung 2 arti, yaitu :
Pertama, artinya pengetahuan tentang
hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf
yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al
Qur’an dan As sunnah serta yang bercabang dari keduanya yang berupa dan
ijtihad. ijma’
Kedua, artinya
hukum-hukum syari’at, yaitu hukum apa saja yang terkandung dalam shalat, zakat,
puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat, rukun-rukun,
kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya).
2.
Pembahasan fiqih
Pembahasan fiqih yaitu segala perbutan orang yang
balig dan berakal. Pendapat yang lain disebut juga pembahasan
fiqih itu adalah empat, yang sering disebut Rubu’:
1)
Fiqih Ibadah
2)
Fiqih Al Ahwal As Sakhsiyah
3)
Fiqih Muamalah
4)
Fiqih jinayat
1)
Fiqih Ibadah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah.
Seperti wudhu, shalat, puasa, haji dan yang lainnya.
2)
Fiqih Al Ahwal As Sakhsiyah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah
kekeluargaan, seperti pernikahan, talaq, nasab, persusuan, nafkah, warisan dan
yang lainya.
3)
Fiqih Muamalah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan
hubungan diantara sesama manusia, seperti jual beli, jaminan, sewa menyewa,
pengadilan dan yang lainnya.
4) Jinayah
dan ’Uqubah (pelanggaran dan hukuman)
Biasanya dalam kitab-kitab fiqh ada yang
menyebut jinayah saja. Dalam bab ini di bicarakan dan dibahas masalah-masalah
yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan pelanggaran, kejahatan,
pembalasan, denda, hukuman dan sebagainya. Pembahasan ini meliputi:
Pelanggaran,Kejahatan,Qishash
(pembalasan),Diyat (denda),Hukuman pelanggaran dan kejahatan,Hukum
melukai/mencederai,Hukum pembunuhan,Hukum murtad,Hukum zina,Hukuman
Qazaf,Hukuman pencuri,Hukuman perampok,Hukuman peminum arak,Ta’zir,Membela
diri,Peperangan,Pemberontakan,Harta rampasan perang,Jizyah,Berlomba dan
melontar.
3.
Pembagiannya
1.
Fiqih Ibadah
1.Thaharah (bersuci); 2.Ibadah
(sembahyang); 3.Shiyam (puasa); 4.Zakat; 5.Haji; 6.Janazah (penyelenggaraan
jenazah); 7.Jihad (perjuangan); 8.Nadzar; 9.Udhiyah (kurban); 10.Zabihah
(penyembelihan); 11.Shayid (perburuan); 12.’Aqiqah; 13.Makanan dan minuman.
2.
Fiqih Ahwalusy Syakhshiyyah Nikah:
1.Khithbah (melamar); 2.Mu’asyarah
(bergaul); 3.Nafaqah; 4.Talak; 5.Khulu’; 6.Fasakh; 7.Li’an; 8.Zhihar; 9.Ila’;
10.’Iddah; 11.Rujuk; 12.Radla’ah; 13.Hadlanah; 14.Wasiat; 15.Warisan; 16.Hajru;
dan 17. Perwalian.
3.
Fiqih Muamalah
>Muamalah
Madaniyah
Biasanya disebut muamalah saja. Dalam bab
ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dikelompokkan ke dalam
kelompok persoalan harta kekayaan, harta milik, harta kebutuhan, cara
mendapatkan dan menggunakan, yang meliputi masalah:
1.Buyu’ (jual-beli); 2.Khiyar; 3.Riba
(renten); 4.Sewa-menyewa; 5.Hutang-piutang; 6.Gadai; 7.Syuf’ah; 8.Tasharruf;
9.Salam (pesanan); 10.Jaminan (borg); 11.Mudlarabah dan Muzara’ah;
12.Pinjam-meminjam; 13.Hiwalah; 14.Syarikah; 15.Wadi’ah; 16.Luqathah;
17.Ghasab; 18.Qismah; 19.Hibah dan Hadiyah; 20.Kafalah; 21.Waqaf; 22.Perwalian;
23.Kitabah; 24.Tadbir.
>Muamalah
Maliyah
Kadang-kadang disebut Baitul
mal saja. Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat
dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan harta kekayaan milik bersama, baik
masyarakat kecil atau besar seperti negara (perbendaharaan negara = baitul
mal). Pembahasan di sini meliputi:
1.Status milik bersama baitul mal;
2.Sumber baitul mal;3.Cara pengelolaan baitul mal; 4.Macam-macam kekayaan atau
materi baitul mal; 5.Obyek dan cara penggunaan kekayaan baitul mal;
6.Kepengurusan baitul maal; dan lain-lain.
4) Jinayah dan ’Uqubah (pelanggaran dan
hukuman)
Biasanya dalam kitab-kitab fiqh ada yang
menyebut jinayah saja. Dalam bab ini di bicarakan dan dibahas masalah-masalah
yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan pelanggaran, kejahatan,
pembalasan, denda, hukuman dan sebagainya. Pembahasan ini meliputi:
Pelanggaran,Kejahatan,Qishash
(pembalasan),Diyat (denda),Hukuman pelanggaran dan kejahatan,Hukum
melukai/mencederai,Hukum pembunuhan,Hukum murtad,Hukum zina,Hukuman
Qazaf,Hukuman pencuri,Hukuman perampok,Hukuman peminum arak,Ta’zir,Membela
diri,Peperangan,Pemberontakan,Harta rampasan perang,Jizyah,Berlomba dan melontar.
B.
Thaharah
1. Pengrtian Thaharah
Thaharah berasal dari bahasa arab
yakni طهر- يطهر- طهرة yang
artinya bersuci.Thaharah
berarti kebersihan dan kesucian dari berbagai kotoran atau bersih dan suci dari kotoran
atau najis yang dapat dilihat (najis hissi) dan najis ma’nawi (yang tidak
kelihatan zatnya) seperti aib dan kemaksiatan. Sedangkan dalam buku yang lain
secara etimologi “thaharah” berarti “kebersihan” ketika dikatakan saya
menyucikan pakaian maka yang dimaksud adalah saya membersihkan pakaian. Dalam buku
Fiqh ibadah secara bahasa ath-thaharah berarti bersih dari
kotoran-kotoran, baik yang kasat mata maupun tidak.
Sedangkan menurut istilah atau
terminologi thaharah adalah menghilangkan hadas, menghilangkan najis, atau
melakukan sesuatu yang semakna atau memiliki bentuk serupa dengan kedua kegiatan tersebut.
2. Syarat Wajib Thaharah
Setiap mukmin mempunyai syarat wajib
untuk melakukan thaharah. Ada hal-hal yang harus diperhatikan sebagai syarat
sah-nya berthaharah sebelum melakukan perintah Allah SWT. Syarat wajib tersebut
ialah :
1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Masuk waktu ( Untuk mendirikan solat
fardhu ).
5. Tidak lupa
6. Tidak dipaksa
7. Berhenti darah haid dan nifas
8. Ada air atau debu tanah yang suci.
9. Berdaya melakukannya mengikut kemampuan.
3. Dasar hukum Thaharah
H.abdul khaliq Hasan mengemukakan
salah satu landasan hukum thaharah adalah surah al Furqan ayat 11
Artinya : Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar
gembira, dekat sebelum kedatangan rahmatnya(hujan) dan kami turunkan air
dari langit air yang bersih(QS.Al-Furqan:48). Wahbah az zuhaili dalam tafsir al
munir menjelaskan, maksud ayat ini adalah allah menurunkan air yang suci
sebagai alat bersuci baik untuk tubuh, pakaian, maupun yang lain sebab kata
thahur berarti sesuatu yang digunakan untuk thaharah(bersuci), sebagaimana kata
wudhu yang di gunakan untuk berwudhu.
Dan perhatikanlah surah al mudatsir ayat 3 dan 4 yang
berbunyi sebagai berikut
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ وَالرُّجْزَ
فَاهْجُرْ
Artinya : dan pakaian mu bersihkanlah dan
seluruh kotoran termasuk berhala jauhilah (QS.Al-Muddatsir:4,5)
Allah SWT menyuruh manusia untuk
membersihkan pakaian dan segala kotoran yang termasuk berhala. Membersihkan
pakaian dapat di artikan dengan membersihak pakaian lahir dan pakaian batin. Jadi dengan ayat
diatas, allah megatakan bahwa kebersihkan dari lahir dan batin itu harus
dipadukan, sebab diantara keduanya harus di padukan dan saling berhubungan.
Dan perhatikan lah hadits nabi
تنظفوالكل مااستطعتم فان
لله تعلى بنى لاسلام على النظافةولايدخل الجنة الانطيف(رواه الطبرانى)
Artinya : janganlah selalu kebersihan
sedapat mungkin, karna allah swt membangun islam di atas kebersihan, dan tidak
akan masuk surge kecuali orang-orang yang bersih (H.R Athabrany)
Kebersihan atau bersuci menjadi media utama mendekatkan diri
kepada Allah karena Allah mencintai orang-orang yang mensucikan dirinya,
perhatikan lah surah Al-Baqorah ayat 222
إِنَّ
اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya : sesungguhnya
allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri
(QS.Al-Baqarah:222).
Ada pun dalil- dalil
yang di kemukakan oleh Wahbah Az Zuhaily adalah nabi muhammad saw bersabda
مفتح
الصلاة الطهوروتحريمهاالتكبيرويحليلها التسليم
Artinya : kunci sholat
ialah suci, yang menyebabkan haram melakukan perkara – perkara yang yang di
halalkan sebelum sholat adalah takbiratul ihram dan yang menghalalkan melakukan
perkara yang diharamkan sewaktu sholat ialah salam.
Rasulullah saw juga
bersabda :
الطهور
شطر الايمان
Artinya : kesucian
adalah sebahagian dari iman.
Prof.Dr. Zakiah
Daradjad dalam bukunya mengemukakan dalil- dalil tentang thaharah sebagai
berikut
وان كنتم جنبا فاطهروا
Artinya : dan jika
kamu junub maka bersucilah(mandi)
4. Bentuk Thaharah
Taharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Taharah
lahir adalah taharah/suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan
air mutlak (suci menyucikan) dengan wudu, mandi, dan tayamun. Taharah batin
adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat, seperti
dengki, iri, penipu, sombong, ujub, dan ria.
Sedangkan berdasarkan cara melakukan
thaharah, ada beberapa macam bentuk yaitu : Miyah, Najis, Whudu, Tayamum dan
Mandi wajib.
1. Miyah (air)
Allah telah memuliakan air, ketika
ia menjadikannya sebagai poros kehidupan di bumi, menjadikannya sebagai sesuatu
yang suci, menghubungkannya dengan berbagai macam ibadah. Dengan air seorang
muslim menghilangkan junubnya, dengan air pula seorang muslim berwudhu untuk
menyempurnakan kesuciannya, sehinnga dia bisa menghadap kepada Allah dalam
ibadah yang agung seperti sholat,thawaf serta membaca dan menyentuh mushaf
AlQur’an yang mulia. Dengan air pula seorang muslim membersihkan dirinya dari
najis yang ada di tubuhnya,pakaiannya dan segala yang ia miliki. Sungguh Allah
telah memuliakan air untuk kebutuhan kita.
a.
Macam-Macam Miyah (air)
Ditinjau dari segi hukumnya, air dapat di bagi dalam empat
bagian:
1. Air suci dan mensucikan, yaitu air mutlak artinya air yang
masih sewajarnya dikatakan air atau air yang masih murni, dapat digunakan untuk
bersuci tanpa ada makruh padanya.[24] Air
seperti ini disebut sebagai air mutlaq karena jika ia dimutlakkan
(pengertiannya tidak dibatasi), maka masih tetap dinamakan air dan kondisinya
serta karakternya sebagai air tidak berubah, tetap pada kondisi aslinya. Jadi
yang air mutlak (air yang suci mensucikan) adalah air yang suci zat dan
esensinya yaitu ketika dimasuki zat lain ia tidak menjadi najis. Air yang
termasuk dalam kategori ini ada tujuh macam yaitu air hujan, air sumur, air
laut, air sungai, air salju, air telaga, air embun.[25] Pada
initinya jika air itu masih tetap dalam kondisi dan karakter awal sebagai air,
tidak berubah satupun dari rasa, warna dan bau maka hukum menggunakan air ini
adalah suci mensucikan tanpa ada keraguan padanya.
2. Air yang suci dan tidak
menyucikan
عن ابى هريره رصى الله عنه ان النبى
صلى الله علىه و سلم قال لا يغسل احدكم فى الماءالدائم وهوجنب فقالوا:يا اباهريره
كيف يفعل ؟ يتناوله تناولا(رواه مسلم)
Artinya :dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersabda :
tidak seorang pun diantara kalian mandi dalam air tergenang dalam keadaan
junub.orang-orang bertanya : hai Abu Hurairah bagaimana nabi mandi, ia
menjawab : beliau mengambil air dengan hati-hati (HR-Muslim 283)
Air suci tapi tidak mensucikan atau
air musta’mal yaitu air yang telah digunakan untuk menghilangkan najis meskipun
rasa, warna, dan bau tidak berubah.[26] Air
musta’mal tidak dapat digunakan untuk bersuci karena tidak bisa menyucikan zat
lain karena fungsi awalnya adalah sebagai air suci mensucikan,namun setelah
dipakai untuk bersuci maka fungsi tersebut telah hilang,bergantilah ia menjadi
air musta’amal yaitu air hasil atau bekas dari bersuci, Meskipun air tersebut
masih tetap dalam kondisi dan karakter awal dari sebuah air. Namun jika air
musta’mal tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga mencapai dua qullah maka
hukumnya menjadi suci mensucikan. Air yang mencapai dua qullah tidak menjadi
najis karena ada najis di dalamnya kecuali jika perubahan karakter sebuah air
telihat dengan jelas maka air tersebut menjadi najis.[27] Contoh
lain dari air ini adalah air suci namun hanya tersedia dalam jumlah sedikit.
Misalnya segelas atau hanya segayung.
3. Air makruh yaitu air suci,
dapat mensucikan namun makruh di
gunakan. Air yang masuk dalam kategori ini adalah air musyammas yaitu air yang
menjadi panas atau di panaskan dengan matahari dalam bejana logam, besi atau
tembaga selain emas dan perak. Hukum makruh yang di maksud adalah jika
penggunaan air musyammas digunakan untuk badan. Jika digunakan untuk tujuan
lain seperti cuci baju, menyiram bunga dan lain-lain maka hukumnya tidak makruh
alias boleh-boleh saja. Karena menurut dugaan menggunakan air musyammas dapat
menyebabkan penyakit kusta.
4. air mutanajis atau air najis yaitu air yang
terkena najis sedang jumlahnya kurang dari qullah. Atau mencapai dua
qullah atau lebih tapi karakternya sebagai air sudah berubah dengan jelas, baik
dari segi rasa, warna ataupun bau. Air dua qulllah atau air yang banyak menurut
kebiasaan tidak menjadi najis hanya karena ada najis yang memasukinya kecuali
jika terjadi perubahan pada air tersebut meskipun sedikit. Maka air ini tidak
suci dan tidak mensucikan. Jika perubahan terjadi dengan hilangnya perubahan
karena najis maka air tersebut menjadi suci, jika perubahan tersebut karena
penambahan air suci lain. Namun jika karena hal lain misalnya minyak kesturi,
minyak, debu dan lain-lain maka air tersebut tetap dalam keadaa tidak
suci.,Sedangkan air yang tidak mencapai dua qullah jika kemasuka najis maka air
itu dihukumi najis, meskipun air tersebut tidak berubah sifatnya sama sekali.
Ada beberapa pengecualian suatu air tidak menjadi najis meskipun air tersebut
kurang dari dua qullah
2. NAJIS
a. Pengertian Najis
Secara
etimologi najis berarti sesuatu yang dapat mengotori, menjijikan. Sedangkan menurut
istilah syara’, najis adalah sesuatu yang kotor dan dapat menghalangi keabsahan
shalat selama tidak ada sesuatu yang meringankan.
b. Macam-Macam Najis
Najis terdapat terdiri dari beberapa macam baik berbentuk
cairan maupun berbentuk padat antara lain:
1.
Bangkai binatang yang hidup di darat
kecuali belalang, sedangkan bangkai binatang yang hidup di laut hukumnya suci.
2.
Darah. Termasuk dalam hal ini darah
haid, darah nifas, dan darah istihadhah.
3.
Segala sesuatu yang keluar dari
qubul dan dubur yaitu berupa kencingd.
4.
Anjing dan babi dan segala yang
bertalian dengannya.
5.
Khamr, atau minuman yang memabukkan.
Hal ini didasarkan pada firman Allah pd surah al maidah ayat 90. Artinya : hai
orang-orang beriman sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berqurban untuk
berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keci dan termasuk
perbuatan syeitan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung
(QS-Al-Maidah,90 Kata rijs pada ayat tersebut menurut syara’ adalah najis.
Segala minuman yang memabukkan itu adalah najis. Sedangkan zat lain yang
memabukkan tapi tidak berbentuk cair seperti ganja dan shabu-shabu tidak
dikategorikan najis meskipun mengonsumsinya itu haram.
6.
Nanah. Dalam penyebutannya nanah
terbagi dua yaitu qaih yaitu sejenis nanah yang keluar dari jerawat dan bisul.
Qaih dimasukkan dalam najis karena sebenarnya nanah adalah darah yang sudah
berubah dan tidak lagi tercampur dengan darah, dan shaded yaitu sejenis nanah
yang bercampur dengan darah. Termasuk juga cairan bisul serta cairan nanah
entah baunya amsih berbau darah atau sudah berubah
c. Pembagian
Najis.
1. Najis
mukhafafah yaitu najis ringan, seperti kencing bayi laki-laki yang belum
berumur 2 tahun dan belum pernh makan sesuatu kecuali air susu
ibunya. Untuk membersihkan nya tidak dicuci melainkan hanya
diperciki air saja. Adapun kencing bayi perempuan dihukumi najis dan harus di
siram atau di cuci hingga baunya hilang.
2. Najis
mutawasithah yaitu najis sedang. Yaitu najis selain dari bayi dan ajing serta
babi, seperti segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur manusia dan
binatang, kecuali air mani, barang cair dan memabukkan,susu hewan yang tidak
hala dagingnya untuk dimakan, bangkai, juga tulang dan bulunya,keculai bangkai
ikan dan belalang. Najis mutawasithah trbagi menjadi dua yaitu najis ‘ainiyah
yaitu najis yang dapat diketahui dengan indra atau berwujud. Yang kedua adlah
najis hukmiyah yaitu najis yang tidak Nampak, seperti bekas kencing atau arak
yang sudah kering. Menghilangkan najis ‘ainiyah hukumya wajib hingga rasa warna
dan bau najis tersebut hilang. Membersihkan najis hukmiyah cukup dengan mengalirkan
air di atas najis tersebut dengan satu siraman tanpa disyaratkan niat.
3. Najis
mugalladzah yaitu najis berat seperti anjing dan babi. Jilatan dari kedua
hewan ini harus dicuci sebanyak tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan
tanah
3. Wudhu
1. Pengertian
Wudhu
Wudhu’ ( الوضوء ) adalah sebuah syari’at kesucian yang
Allah -Azza wa Jalla- tetapkan kepada kaum muslimin sebagai pendahuluan bagi
sholat dan ibadah lainnya. Di dalamnya terkandung sebuah hikmah yang
mengisyaratkan kepada kita bahwa hendaknya seorang muslim memulai ibadah dan
kehidupannya dengan kesucian lahir dan batin. Sebab asal kata ini sendiri
berasal dari kata yang mengandung makna kebersihan dan keindahan.
Menurut hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, wudhu
diwajibkan sebelum hijrah, pada malam Isra’ Mi’raj, bersamaan dengan kewajiban
sholat lima waktu. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam QS. Al- Maidah: 6
“Hai orang- orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam
bersabda: “Allah
tidak menerima salat seseorang kamu bila ia berhadats, sampai ia berwudhu’.
(HR. Baihaqi, Abu Daud dan Tirmizi).
2. Syarat
Sah Wudhu’
a. Islam,
karena wudhu itu termasuk ibadah, maka tentu saja ia tidak sah kecuali
dilakukan oleh orang muslim.
b. Mumayyiz,
karena wudhu itu merupakan ibadat yang wajib diniati, sedangkan orang yang
tidak beragama islam dan orang yang belum mumayyiz tidak diberi hak untuk
berniat
c. air
mutlaq
d. tidak
yang menghalangi sampainya air ke kulit, seperti getah dan sebagainya
e. tidak
berhadast besar
a. Niat
dalam hati, ikhlas karena Allat swt.
b. Membasuh
wajah
c. Membasuh
kedua tangan hingga siku-siku
d. Mengusap
sebagian kepala
e. Membasuh
kedua kaki hingga kedua mata kaki
4. Sebab-
Sebab yang Membatalkan Wudhu’
a.
Keluarnya sesuatu dari qubul atau
dubur, baik berupa zat atau angin, yang biasa ataupun tidak biasa, seperti
darah,baik yang keluar itu najis ataupun suci, seperti ulat
b. Hilang
akal, sebab mabuk atau gila
c. Tidur,
kecuali dalam keadaan duduk yang pintu keluar anginya tertutup dengan keadaan
duduk yang tetap, maka tidak membatalkan wudhu
d. Bersentuhan
kulit laki-laki dengan kulit perempuan
5. Tayamum
1. Pengertian
Tayamum
Tayammum secara bahasa artinya sebagai Al Qosdu (القَصْدُ)
yang berarti bermaksud atau bertujuan atau memilih. Allah berfirman dalam QS.
Al-Baqarah: 267. Sedangkan secara istilah syari’at, tayammum adalah tata cara
bersuci dari hadats dengan mengusap wajah dan tangan, menggunakan sho’id yang bersih.
Dapat disimpulkan bahwa Tayamum adalah bersuci sebagai
pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air bersih
digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang suci.
2. Sebab-
Sebab Melakukan Tayamum:
a.
Dalam perjalanan jauh
b.
Jumlah air tidak mencukupi karena
jumlahnya sedikit
c.
Telah berusaha mencari air tapi
tidak diketemukan
d.
Air yang ada suhu atau kondisinya
mengundang kemudharatan
e.
Air yang ada hanya untuk minum
f.
Air berada di tempat yang jauh yang
dapat membuat telat shalat
g.
Pada sumber air yang ada memiliki
bahaya
h.
Sakit dan tidak boleh terkena air
3. Syarat Sah Tayamum:
a.
Telah masuk waktu salat
b.
Memakai tanah berdebu yang bersih
dari najis dan kotoran
c.
Sudah berupaya / berusaha mencari
air namun tidak ketemu
d.
Menghilangkan najis yang yang
melekat pada tubuh
4. Rukun
Tayamum :
a.
Niat Tayamum
b. Mengusap
wajah dengan kedua tangan
c. Menyapu
muka dengan debu atau tanah
d. Menyapu
kedua tangan dengan debu atau tanah hingga ke siku
e. Tertib
5. Yang Membatalkan Tayamum
Perkara-perkara yang membatalkan
wudhu juga membatalkan tayamum, dan jika menemukan air. Jika ada air, maka
wajiblah baginya untuk berwudhu, walaupun tayamumnya tidak batal disebabkan
oleh hal-hal yang membatalkan wudhu, berdasarkan hadits Abi Hurairah -semoga
Allah meridhainya- ia berkata Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-
bersabda: "As sha'iid adalah wudhuknya muslim, walaupun ia tidak
mendapatkan air selama sepuluh tahun, jika air ada, maka bertakwalah (takutlah)
kepada Allah, dan basahilah air itu ke kulitnya."[H.R Bazzar dan
hadits ini mempunyai syahid dari hadits Abi Dzar semisalnya] Maka dengan hadits
Abi Dzar ini maka hadits Abu Harairah menjadi shaih, hanya saja shalat-shalat
yang sudah dilakukan dengan tayamum tidak diulang lagi
.
6. Mandi
Wajib
Menurut lughat, mandi disebut
al-ghasl bearti mengalir air pada sesuatu. Sedangkan dalam istilah syara’ ialah
mengalir air keseluruh tubuh disertai dengan niat (Drs. Lahmuddin Nasution,
1997).
Daftar pustaka
H. Moch.
Anwar, Fiqih Islam Tarjamah Matan
Taqrib, Bandung: PT Alma’arif, 1987.
Syaikh
Muhammad Nawawi al-Jawi, Fiqih Islam dan Tasawuf, Surabaya: Mutiara Ilmu, 2013.
http://dik8874.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://siyasahhjinnazah.blogspot.com/2013/05/makalah-fiqh-ibadah-thaharah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar